Tingginya produksi sampah plastik konvensional yang setiap harinya mencapai 523,6 ton setiap harinya, berkontribusi besar terhadap pencemaran tanah di Jakarta. Terkait hal ini dibutuhkan sebuah kebijakan untuk merangsang pelaku usaha agar beralih menggunakan plastik ramah lingkungan.
Salah satunya dengan menggulirkan sistem insentif kepada pelaku usaha yang mau peduli terhadap lingkungan. “Untuk merangsang pengusaha untuk merubah pola penggunaan plastik konvesional diperlukan sistem insentif. Mengingat kondisi pencemaran tanah Jakarta sudah dalam tahap mengkhawatirkan,” ujar anggota Komisi D DPRD DKI, M. Sanusi, Minggu (3/10).
Insentif itu dapat berupa keringanan biaya angkut sampah dan kemudahan perpanjangan izin usaha. Pengusaha yang menggunakan sampah mudah diurai juga harus mendapat penghargaan pemerintah untuk kepedulian terhadap lingkungan.
Ditambahkan politisi Partai Gerindra ini, kebijakan ini dinilai tidak akan merugikan Pemprov DKI. Pasalnya dengan penggunaan plastik ramah lingkungan pengolahan sampah lebih hemat dan efisien.
Tidak hanya itu, Pemprov DKI, kata Sanusi, juga perlu melobi pemerintah pusat untuk menurunkan biaya impor biji plastik yang mudah diurai. Penurunan biaya itu diperlukan untuk menurunkan biaya produksi plastik ramah lingkungan. “JIka selisih harga kedua jenis plastik tidak terlalu tinggi, para pengusaha akan mudah berganti ke plastik mudah diurai,” imbuhnya.
Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) DKI Edi Kuntadi mengatakan, mengatakan budaya penggunaan plastik mudah terurai akan dimulai dari pelaku usaha perbelanjaan. “Dan tahap selanjutnya akan dilakukan pada pihak produsen yang dihimbau untuk beralih menggunakan plastik mudah terurai,” ungkap Edi.
Secara terpisah, Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta, Eko Bharuna, mengatakan produksi sampah plastik di Jakarta mencapai 523,6 ton per hari atau 7,7 persen dari total produksi sampah harian Jakarta. Tingginya produksi sampah plastik ini berdampak pada melambungnya biaya pengolahan sampah. “Sampah plastik konvensional yang sulit terurai dan sulit didaur-ulang membuat biaya pengolahan sampah menjadi mahal dan mengotori lingkungan,” ucap Eko.
Bukan hanya pencemaran tanah, namun tingginya jumlah sampah plastrik memiliki dampak yang lebih luas. Seperti penyumbatan terhadap drainase yang mengakibatkan genangan.
Sementara menyusul rencana pemberian insentif, Eko mengaku, Pemprov DKI akan membahasnya dengan DPRD DKI. Insentif akan berdampak langsung ke anggaran sehingga harus menjadi kesepakatan bersama antara eksekuti dan legislatif.
Sementara itu, Sekretaris Perusahaan PT Chandra Asri, Suhat Miyarso, mengungkapkan, sebagai produsen plastik terbesar di Indonesia, pihaknya siap mendukung program pemerintah untuk memroduksi plastik mudah diurai. Bahkan sekalipun permintaan plastik ramah lingkungan itu meningkat, pihaknya juga mampu meningkatkan kapasitas produksi, dari 36.000 metrik
ton per tahun menjadi 70.000 metrik ton per tahun.
ton per tahun menjadi 70.000 metrik ton per tahun.
“Saat ini kami telah mampu memroduksi tas belanja, polybag, bungkus barang, dan produk sejenis dari plastik mudah diurai,” tandas Suhat.
0 komentar:
Posting Komentar